simple hit counter
Pantura

Dugaan Beri Keterangan Palsu, Anggota Pembina Yayasan Al Ibrohimi Gresik Dipolisikan

×

Dugaan Beri Keterangan Palsu, Anggota Pembina Yayasan Al Ibrohimi Gresik Dipolisikan

Sebarkan artikel ini
Kuasa hukum Achmad Lahuddin, Abdullah Syafi’i memberi keterangan kepada awak media di Mapolres Gresik, Senin (23/8/2021).
Kuasa hukum Achmad Lahuddin, Abdullah Syafi’i memberi keterangan kepada awak media di Mapolres Gresik, Senin (23/8/2021).

PORTALSURABAYA.COM – Lima anggota pembina yayasan Ushulul Hikmah Al Ibrohimi dilaporkan ke Polres Gresik atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta outhentik nomor 1 tahun 2021 tentang pernyataan keputusan rapat Yayasan.

Dugaan pemberian keterangan palsu tersebut dinilai bertentangan dengan pasal 266 KUHP. Kelima anggota pembina yayasan tersebut yaitu Nafisah, Mohammad Kholil, Abdul Mufawak, Abdul Wahid Sirojuddin dan Muhammad Ali Fathomi dilaporkan oleh salah satu pendiri yayasan yakni Achmad Lahuddin.

Kuasa hukum Achmad Lahuddin, Abdullah Syafi’i mengatakan dasar dari laporan tersebut disebabkan pergantian pengurus yayasan yang tidak memenuhi prosedur.

“Pasca meninggalnya Moh. Ali Wafa selaku pendiri yayasan pada 2019 lalu. Tentu terjadi kekosongan kepengurusan khususnya ketua dewan pembina,” ujarnya.

Ditambahkan, sesuai dengan mekanisme akta pendirian pada pasal 7 ayat 6, mekanisme pergantian harus melalui rapat gabungan. Artinya wajib melibatkan anggota dewan pembina, pengurus dan dewan pengawas yayasan.

“Namun hal tersebut tidak dilakukan. Justru kepengurusan yang baru disahkan pada April 2021,” jelasnya, Senin (23/8/2021).

Lebih lanjut Syafi’i menyebut para terlapor diduga membuat keterangan palsu dengan mencatut nama kliennya Achmad Lahuddin. Hal itu tertulis dalam keterangan akta otentik yayasan nomor 1 tertanggal 3 Maret 2021. Bahwa kliennya dinyatakan menolak untuk hadir dalam membahas pergantian pimbina yayasan.

“Hal itu tidak benar, yang bersangkutan tidak pernah menyatakan untuk menolak hadir. Namun, proses pergantian pembina yayasan terus berlanjut tanpa melibatkan klien kami,” ungkapnya.

Syafi’i menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang nomor 28/2004 tentang Yayasan, rapat gabungan tersebut menjadi keabsahan untuk menganti kepengurusan baru. Sehingga, roda organisasi yayasan tidak ada hubungannya dengan para ahli waris.

“Bahkan, pengurus yang baru membuat keputusan yang merugikan banyak pihak. Misalnya merubah AD/ART, merubah susunan pengurus hingga melakukan pemberhentian,” ungkapnya.

Hal tersebut yang dinilai memicu emosi para pengurus sehingga ada aksi pemukulan, sehingga bermuara pada laporan pihak kepolisian. Seperti yang pernah diberitakan, dualisme kepengurusan yayasan disinyalir menjadi alasan penganiayaan yang dilakukan pelaku.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu teradu dari lima anggota pembina yayasan, Abdul Muwafak mengaku dirinya tidak pernah melakukan perbuatan tersebut.

“Monggo kersane hak pelapor mengadukan saya (silahkan terserah hak pelapor mengadukan saya, red), intinya saya tidak pernah melakukan hal tersebut dan saya akan menuntut balik,” ungkapnya.*

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di GoogleNews PUB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *